header ads

I’jaz Al-Qur’an



BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian I’jaz Al-Qur’an

Kata “mukjizat” diambil dari kata kerja yaitu a’jazza atau i’jaz yang artinya melemahkan atau menjadikan tidak mampu. Ini sejalan dengan firman Allah SWT :

Artinya “ Mengapa aku tidak mampu berbuat seperti burung gagak ini, lalu aku dapat menguburkan mayat saudaraku ini" (Q.S. Al-Maidah:31).

Pelakunya (yang melemahkan) dinamai mujizat dan bila kemampuannya melemahkan pihak umat menonjol sehingga mampu membungkamkan lawan, ia dinamai “mukjizat”. Tambahan ta’marbuthah pada akhir kata itu mengandung balaghah (superlatif).
Mukjizat definisikan oleh pakar agama Islam antara lain sebagai suatu peristiwa luar biasa yang terjadi melalui seorang yang mengku Nabi, sebagai bukti kenabiannya yang ditantangkan kepada yang ragu untuk melakukan atau mendatangkan hal yang serupa akan tetapi mereka tidak mampu melayani tantangan itu. 

Pendapat lain i’jaz adalah struktur yang indah, menajubkan dan luar niasa dalam aspek balaghah. Sangat indah sampai menjelaskan bahwa manusia tidak mampu menandinginya. Para ulama menyatakan bahawa kemujizatan al-Qur’an terletak pada sejumlah kelebihan tersebut.

Al-Qur’an secara terus menerus menantang semua ahli kesusasteraan Arab supaya mencoba ditandingi. Tapi tak seorang punyang mampu menjawab tantangan al-Quran, mereka bahkan tidak sanggup menirunya karena al-Qur’an memang berada diatas puncak yang tak mungkin diungguli dan al-Qur’an memang bukan kalimat manusia.

Karena demikian halnya maka wajar jika dalam kehidupan Islam daya mu’jizat al-Qur’an membangkitkan pelbagai penelitian. Itulah yang membuka jalan para pakar untuk dapat mengungkapkan segi balaghah (retorika) al-Qur’an dan gaya bahasanya yang unik dalam merumuskan susunan kalimat untuk melukiskan sesuatu. Para ahli bahasa Arab telah menumpahkan segala aktifitas mereka yang patut dihargai dan disyukuri. Mereka berusaha keras menyajikan balaghah al-Qur’an dalam bentuk inspiratif yang mengasikan tetapi mereka berhanti pada suatu nash, kemudian nash itu mereka pisahkan dari kesatuan al-Qur’an. Nash yang mereka pisahkan itu dianalisis secara partial (juz’iyyatnya). Namun keindahan balaghah al-Qur’an menjadi hilang karena perselisihan pendapat yang tiada habis-habisnya diantara mereka berkenaan dengan lafazh dan makna. Kecenderungannya kepada ilmu Kalam merusak tanggapan rasa para pakar terhadap nash-nash al-Qur’an dan menghambat pengetahuan mereka mengenai letak balaghah dan i’jaz yang terdapat di dalam al-Qur’an.

Ar-Rafi’i berpendapat, balaghah Al-Qur’an merupakan tipe tersendiri dalam hal kekuatan dan kreasinya yang bersumber pada jiwa susunan kalimatnnya yang mencerminkan kalam Ilahi. Yang dimaksud “jiwa” dijelaskan oleh ar-Rafi’i diluar al-Qur’an hal itu tidak pernah dikenal dalam kesusastraan Arab karena nadzhm atau puisi Qur’ani lain sama sekali dan mampu menembus kesukaran yang terasa memberatkan. Misalnya tanpa itu, sastra al-Qur’an tentu tidak sebagaimana adanya. Apabila anda melihat susunan latak kata serta kalimatnya, maka seolah-olah seluruh kalimat dalam al-Qur’an itu merupakan kesatuan tanpa ada kejanggalan diantara bagian-bagiannya. Dari situlah tampak jelas kaitan antara yang satu dengan yang lain dan dari pengertian “jiwa” seperti itulah muncul siafat i’jaz yang ada pada semua susunan kalimat al-Qur’an disampaikan tujuan dan maksudnya seperti kisah-kisah, peringatan, hikmah, ajaran perumpamaan dan lain sebagainya.


Baca Juga: Menuju Kulminasi Peradaban Profetik Nabi Ibrahim as 

Jelaslah, ar-Rafi’i menitik beratkan pandangannya hanya pada masalah bahasan dan i’jaz sebagai dasar, karena ia memang bertujuan mengungkapkan rahasia keteraturan lafazh-lafazh al-Qur’an yang melahirkan irama tersendiri. Yang memiliki daya pesona hingga mampu menghimpun semua orang Arab yang pada mulanya menentukan al-Qur’an tapi kemudian hati mereka dipersatukan dalam menghadapi kehidupan dibumi dan dilangit.

Sayyid Quthub juga berpendapat bahwa menempuh cara lain dalam menelaah al-Qur’an, bukan hanya irama kata dan susunan kalimatnya atau rangkaian yang saling berkaitan saja yang menarik perhatiannya, akan tetapi ia juga memusatkan perhatiannya pada sarana pengungkapan terbaik terbaik dalam al-Qur’an. Ia menemukannya dalam cara al-Qur’an melukiskan sesuatu, kemudian ia membarikan tanggapannya secara puitis dan menarik serta menggunaknnya sebagai petunjuk untuk membuktikan keindahan susunan bahasa al-Qur’an.                 

B. Macam-macam I’jaz Al-Qur’an

Secara garis besar, mukjizat dapt dibagi dalam dua bagian pokok yaitu mukjizat yang bersifat materi indrawi yang tidak kenal dan mukjizat imaterial, logis yang dapat dibuktikan sepanjang masa. Mukjizat Nabi-nabi terdahulu merupakan jenis pertama. Mukjizat mereka bersifat material dan indrawi dalam artian keluar biasaan tersebut terhadap dapat disaksikan atau dijangkau langsung melalui indra oleh masyarakat tempat Nabi tersebut menyampaikan risalahnnya.
    
C. Segi-segi I’jaz Al-Qur’an

1. Gaya Bahasa

Gaya bahasa al-Qur’an banyka membuat orang Arab saat itu kagum dan terpersona. Kehalusan ungkapan bahasanya membuat banyak manusia makhluk Islam. Bahkan Umar bin Khatthab pun yang mulanya dikenal sebagai seorang yang paling memusuhi Nabi Muhammad SAW dan bahkan berusaha untuk membunuhnya ternyata masuk Islam dan beriman kepada kerasulan Nabi Muhammad hanya karena mendengar petikan ayat-ayat al-Qur’an, susunan al-Qur’an tidak dapat disamai oleh karya sebaik apa pun.

Al-Qur’an mencapai tingkat tertinggi dari segi keindahan bahasa, sehingga membuat kagum bukan saja orang-orang mukmin, tetapi juga orang-orang kafir. Berbagai riwayat menyatakan bahwa tokoh-tokoh kaum musyrikin sering secara sembunyi-sembunyi berupaya mendengarkan ayat-ayat al-Qur’an yang dibaca oleh kaum muslim. Kaum muslimin disamping mengagumi keindahan bahasa al-Qur’an, juga mengagumi kandungannya serta meyakini bahwa ayat-ayat al-Qur’an adalah petunjuk kebahagian dunia dan akhirat.

Baca Juga: Jurnal Bacaan Al-Qur'an Hafsh 'an 'Ashim

2. Susunan Kalimat

Kendatipun al-Qur’an, hadits qudsi dan hasit nabawi sama-sama keluar dari mulut Nabi, uslub (style) atau susunan bahasanya sangat jauh berbeda. Uslub bahasa al-Qur’an bahasa al-Qur’an jauh lebih tinggi kualitasnya bila dibandingkan dengan dua yang lainnya. Al-Qur’an muncul dengan uslub yang begitu indah, di dalam uslub tersebut terkandung nilai-nilai istimewa dan tidak akan pernah ada pada ucapan manusia.

3. Hukum Ilahi yang Sempurna

Al-qur’an menjelaskan pokok-pokok aqidah, norma-norma keutamaan, sopan santun, undang-undang ekonomi politik, sosial dan kemasyarakatan, serta hukum-hukum ibadah. Kalau pokok-pokok ibadah wajid diperhatikan, akan diperoleh kenyataan bahwa Islam telah memperluasnya dan menganekaragamkannya serta meramunya menjadi maliyah, seperti zakat dan shadaqah. Ada juga yang berupa ibadah amaliyah sekaligus ibadah badaniyah seperti berjuang di jalan Allah SWT.

Tentang aqidah, al-Qur’an mengajak umat manusia pada aqidah yang suci dan tinggi, yakin beriman kepada Allah Yang Maha Agung, menyatakan adanya Nabi dan Rasul serta mempercayai semua kitab samawi.

Dalam bidang undang-undang, al-Qur’an telah menetapkan kaidah-kaidah mengenai perdata, pidana politik dan ekonomi. Mengenai hubungan internasional, al-Qur’an telah menetapkan dasar-dasarnya yang paling sempurna dan adil, baik, dalam keadaan damai ataupun perang.

Al-Qur’an menggunakan 2 cara tatkala menerapkan sebuah ketentuan hukum yaitu :
a. Secara global
     Persoalan ibadah umumnya diterangkan secara global, sedangkan perinciannya diserahkan kepada  para ulama melalui ijtihad.
b. Secara terperinci 
       Hukum yang dijelaskan secara terperinci adalah yang berkaitan dengan utang-piutang, makanan yang halal dan yang haram, memelihara kehormatan wanita dan masalah perkawinan. 
   
D. Kesimpulan

Beberapa abad yang lalu Al-Qur'an diturunkan ke muka bumi namun Allah swt banyak sekali menggambarkan dalil-dalin aqli dan naqlinya sehingga kita sebagai umat Islam harus semakin mencintai, mempelajari dan mengamalkan isi kandungan Al-Qur'an ini.

Post a Comment

0 Comments