PENGARUH PEMBINAAN KEAGAMAAN TERHADAP TINGKAH LAKU ANAK
(study di Yayasan Kasih Ibu La Tansa Non Panti Jakarta Selatan)
Dede Sulaeman As-Syathibiyyah
Institut PTIQ Jakarta sulaiman1028@gmail.com
Abstract: Religious formation means believing in the heart that Allah is our Lord, spoken in words that everything that exists on this earth must belong to God even real or unseen, and is done by doing that Allah Almighty commands the obligations that are it has been established in the Qur'an and Sunnah. While the behavior of children is to instill good morals into a child from the behavior, attitudes, actions that reflect noble behavior such as the Prophet Muhammad.
Keywords: Religion, Development, Child Behavior
Abstrak: Pembinaan keagamaan berarti menyakini dalam hati bahwa Allah swt adalah Tuhan kita, diucapkan dengan kata-kata bahwa segala sesuatu yang ada dimuka bumi ini pasti milik Allah swt bahkan nyata atau yang ghaib, dan dilakukan dengan perbuatan bahwa allah swt memerintahkan kewajiban-kewajiban yang sudah ditetapkan di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Sedangkan tingkah laku anak adalah menanamkan akhlaq yang bagus ke dalam diri seorang anak dari mulai tingkah laku, sikap, perbuatan yang mencerminkan akhlaq yang mulia seperti Nabi Muhammad saw.
Kata kunci: Agama, Pembinaan, Tingkah Laku Anak
A. Pendahuluan
Setiap insan pasti memerlukan pembinaan dari mulai nol besar sampai ia beranjak dewasa bahkan sampai nyawa terlepas dari jiwa raganya dan manusia merupakan makhluk yang membutuhkan binaan baik dari rohani maupun jasmani. Kalimat binaan disini diartikan pembelajaran dari hari ke hari, dari bulan kebulan bahkan dari tahun ke tahun.
Seorang anak merupakan dambaan orang tua, jika anak berakhlak mulia maka orang tua merasa senang karena mempunyai anak yang bisa mendambakannya, akan tetapi jika seorang anak tidak bisa diatur dan tingkah laku semaunya sendiri tanpa diatur maka orang tua akan kecewa dan sedih.
Jurnal ini merupakan hasil reset di Yayasan Yatim Piatu Kasih Ibu La Tansa Non Panti Jakarta Selatan yaitu pimpinan Hj. Hosrita Yusdha, M. Pd., beliau adalah seorang ibu yang hebat yang bisa mencetak anak-anak kandungnya yang cerdas dan berakhlak yang mulia tidak hanya itu anak bina yang di asuh beliau di Yayasan La Tansa tersebut diberikan Moral dan Moril bahkan motivasi-motivasi yang menyemangatkan ghirah (semangat) yang ditanamkan di dalam qalbu (hati) anak bina tersebut, sampai mereka mentaati perintah-perintah Allah swt dan Rasulnya sampai menerapkan akhlaq Rasulullah saw.
Semoga tulisan ini membuat penulis dan pembaca bisa mendapatkan Tarbiyah (pelajaran), semoga penulis bisa lebih banyak belajar lagi dari apa-apa yang digambarkan di dalam kalimat tulisan singkat ini.
B. Pembinaan Keagamaan
Dalam kehidupan sehari-hari kita kerap mendengar istilah pembinaan atau pengembangan. Misalnya dalam konteks pembinaan anak, pembinaan bahasa, pembinaan prajurit atau pembinaan olah raga. Dari istilah ini tampak tersirat bahwa pembinaan adalah suatu usaha atau kegiatan yang mengarah kepada kebaikan hal yang dibina sehingga lebih baik.
Pembinaan dapat juga berarti proses melakukan kegiatan membina atau membangun sesuatu, seperti membina bangsa. Dalam pembinaan ini tampak atau identik dalam perubahan, tergantung obyek yang bina, tentu saja perubahan yang mengacu kepada peningkatan.
Berkaitan dengan di atas dalam kamus besar Bahasa Indonesia (Depdiklub, 1990:589), dijelaskan bahwa pembinaan adalah sebagai proses pembuatan atau cara membina. Artinya dapat ditelusuri dari kata dasar bina yang mendapat prefiks sehingga menjadi proses, pembuatan atau cara.
Menurut Poerwadarminta (1984:141) pembinaan diartikan pembangunan dan pembawaan. Kedua pendapat ini pada hakikatnya tidak berbeda, hanya arti pembinaan itu sendiri yang bersifat luas, bergantung orientasi dan persepsi yang menafsirkannya. Dengan kata lain, pembinaan berarti proses pembuatan, cara membina juga berarti atau perpadanan dengan pembangunan atau pembawaan.
Secara sederhana, pengertian agama dapat dilihat dari sudut kebahasaan (etimologis) dan sudut istilah (terminologis). Mengartikan agama dari sudut kebahasaan atau etimologis akan terasa mudah daripada mengartikan agama dari sudut istilah. Hal tersebut karena pengertian agama dari sudut istilah ini sudah mengandung muatan subjektivitas dari orang yang mengartikannya.
Atas dasar ini, tidak mengherankan jika muncul beberapa ahli yang tidak tertarik untuk mendefinisikan agama. James H. Leuba, misalnya mengumpulkan semua definisi yang pernah dibuat orang tentang agama, yang tidak kurang dari 48 teori. Namun, akhirnya ia berkesimpulan bahwa usaha untuk membuat definisi agama itu tidak ada gunannya karena hanya merupakan kepandaian bersifat lidah semata.
Mukti Ali pernah mengatakan, “Barangkali tidak ada kata yang paling sulit diberi pengertian dan definisi selain kata agama.” Pernyataan ini didasarkan pada tiga alasan: Pertama bahwa pengamalan agama adalah soal batini, subjektif, dan sangat individualis sifatnya. Kedua, tidak ada orang yang begitu semangat dan emosional daripada orang yang membicarakan agama. Oleh karena itu setiap pembahasan tentang arti agama itu sulit didefinisikan. Ketiga, konsep tentang agama dipengaruhi oleh tujuan dari orang yang memberikan definisi tersebut.
Berkaitan dengan agama kamus besar Bahasa Indonesia mengartikan keyakinan terhadap Tuhan dan ajaran-ajaran-Nya melalui Rasul, Nabi dan Kitab suci. Dalam masyarakat Indonesia, selain kata agama, dikenal pula kata ad-din yang berasal dari bahasa Arab dan kata religi dari bahasa Eropa. Bila dilihat dari asal katanya, “agama” sebenarnya berasal dari kata Sanskerta a dan gam. A = tidak, dan gam= pergi. Jadi, kata tersebar bebarti ‘tidak pergi’, ‘tetap, dan ‘langgeng’, diwariskan secara turun-temurun.
Selain kata “agama”, kita juga mengenal kata “din” yang dalam bahasa Semit berarti undang-undang atau hukum. Dalam bahasa Arab, kata ini mengandung arti menguasa, menundukan, patuh, utang, balasan. Agama memang membawa peraturan-peraturan yang merupakan hukum, yang harus dipatuhi orang.
Agama memang menguasai diri seseorang dan membuat ia tunduk dan patuh kepada Tuhan dengan menjalankan ajaran-ajaran agama. Agama lebih lanjut lagi membawa kewajiban-kewajiban yang kalau tidak dijalankan oleh seseorang akan menjadi utang baginya.
1. Tujuan Pembinaan Keagamaan
Adapun tujuan dari pembinaan keagamaan ini tidak dapat terlepas dari tujuan hidup manusia, yakni untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Sebagaimana Firman Allah swt dalam surah Al-Qashash : 77
وَٱبۡتَغِ فِيمَآ ءَاتَىٰكَ ٱللَّهُ ٱلدَّارَ ٱلۡأٓخِرَةَۖ وَلَا تَنسَ نَصِيبَكَ مِنَ ٱلدُّنۡيَاۖ وَأَحۡسِن كَمَآ أَحۡسَنَ ٱللَّهُ إِلَيۡكَۖ وَلَا تَبۡغِ ٱلۡفَسَادَ فِي ٱلۡأَرۡضِۖ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ ٱلۡمُفۡسِدِينَ ٧٧
Artinya:“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah swt telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.
Dari pengertian pembinaan di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan dari pembinaan adalah agar tercapai kesempurnaan, artinya untuk mengadakan peningkatan dari yang sebelumnya. Bila sebelumnya kurang baik dan tidak sesuai dengan yang diinginkan. Dasar tujuan dari pembinaan keagamaan adalah mewujudkan manusia yang mempercayai dan menjalankan ajaran agama Islam dengan sepenuhnya.
Status ini mengimplementasikan bahwa manusia secara potensial memiliki sejumlah kemampuan yang diperlukan untuk bertindak sesuai dengan ketentuan Tuhan. Sebagai khalifah, manusia juga mengemban fungsi Rububiyah Tuhan terhadap alam semesta termasuk diri manusia sendiri.
Sesuai dengan ajaran agama maka pendidikan Islam bukan saja mengajarkan ilmu-ilmu sebagai materi atau keterampilan sebagai kegiatan jasmani semata, melainkan kenaikan semuanya itu dengan kerangka praktek (alamiah) yang bermuatan nilai moral. Karena pembinaan agama ini ditujukan kepada anak yang nantinya akan berperan dalam pembinaan generasi pada umumnya dan kehidupan moral dan agama khususnya sangat penting.
Dan ini lebih banyak terjadi melalui pengalaman hidup dari pada pendidikan formal dan pengajaran. Karena nilai-nilai moral agama yang akan menjadi pengendali dan pengaruh dalam kehidupan manusia itu adalah nilai-nilai masuk dan terjalin ke dalam pribadinya.
Semakin cepat nilai-nilai itu masuk ke dalam pembinaan pribadi, akan semakin kuat tertanamnya dan semakin besar pengaruhnya dalam pengendalian tingkah laku dan pembentukan sikap pada khususnya.
a. Metode dan Materi Pembinaan Keagamaan
1) Metode Pembinaan Kegiatan
Metode atau metodik berasal dari kata Yunani, yaitu “meta” yang berarti melalui dan “hodos” berarti jalan atau cara. Metodik berarti cara yang harus ditempuh untuk mencapai tujuan tertentu. Metode berarti suatu cara kerja yang sistematis dan umum, seperti cara kerja ilmu pengetahuan.
Dalam bahasa Arab, metode dikenal dengan istilah “thuriquh” yang berarti langkah-langkah strategis dipersiapkan untuk melakukan suatu pekerjaan. Dengan kata lain, metode dapat dipahami sebagai cara yang ditempuh agar hal yang akan disampaikan dapat diterima atau dicerna dengan baik, mudah dan efisien sehingga dapat mewujudkan tujuan tertentu.
beberapa cara ditempuh oleh seorang pembina dalam menyampaikan pembinaan keagamaan. Agar proses pembinaan berjalan dengan lancar, maka perlu dipilih cara yang tepat dalam menyampaikan materi pembinaan. Pembinaan keagamaan dalam Islam sangat erat kaitannya dengan Pendidikan Agama Islam.
Metode yang dipakai dalam pembinaan keagamaan tidak jauh berbeda dengan metode Pendidikan Agama Islam. Di antara metode-metode yang dipakai ialah sebagai berikut:
a) Metode ceramah
Metode ceramah adalah penerangan dan penuturan secara lisan oleh pendidik atau kakak pembina terhadap kelas. Kakak menerangkan atau menjelaskan apa yang akan disampaikan dengan lisan di depan anak bina. Metode ceramah merupakan metode yang sudah lama dipakai dalam proses pembelajaran.
Metode ceramah ini sering digunakan pada pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) di Yayasan Yatim Piatu Kasih Ibu La Tansa Non Panti Jakarta Selatan, karena pelajaran inilah kakak pembina menerangkan dan menjelaskan pelajaran.
Keunggulan metode ceramah adalah dapat digunakan untuk mengajar anak bina dalam jumlah yang sangat banyak dan pengajar dapat mengendalikan isi, arah, dan kecepatan pembelajaran karena inisiatif terletak padanya.
Kelemahan metode ceramah adalah rumusan tujuan instruksional yang sesuai hanya sampai dengan tingkat komprehension dan sangat bergantung pada kemampuan komunikasi verbal penyajian.
Metode ceramah ini digolongkan sebagai metode tradisional. Dalam prakteknya, metode ini sering dibarengi dengan metode tanya jawab.
b) Metode tanya jawab
Metode tanya jawab adalah salah satu teknik mengajar yang dapat membantu kekurangan-kekurangan pada metode ceramah. Cara yang ditempuh biasanya kakak pembina mengajukan pertanyaan kepada anak bina tentang bahan pelajaran yang telah diajarkan.
Materi ajar ini disampaikan melalui proses tanya jawab antara kakak Pembina dengan anak bina, dan sesama anak bina. Metode tanya jawab diadopsi dari metode yang digunakan oleh Socrates seorang filusuf Yunani terkenal yang hidup pada masa sebelum Masehi.
Socrates meyakinkan bahwa kebenaran hakiki atau pengetahuan dapat ditemukan dengan mengajukan dan menjawab pertanyaan mendasar atau pertanyaan filosofis dengan benar. Oleh karena itu, bertanya secara terprogram disebut “Soctartic Model of Teaching” atau Model Mengajar Socrates. Model ini juga dikenal dengan istilah lain yaitu “interactive teaching model” (Gintings, 2005, h. 32).
Kakak pembina mengharapkan jawaban yang diberikan anak bina tepat berdasarkan fakta. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan biasanya bukan hanya sebatas dari kakak dan anak bina menjawab, akan tetapi pertanyaan itu biasa muncul dari anak bina kemudian kakak menjawab pertanyaan yang diajukan oleh anak bina tersebut. Ada kalanya jawaban itu juga bisa berasal dari anak bina yang lain dalam proses pembelajaran yang sedang berlangsung tersebut.
Metode tanya jawab ini sering digunakan pada pelajaran-pelajaran Fiqh, SKI, Aqidah Akhlaq, dan Tajwid. Perlu diketahui bahwa di Yayasan Yatim Piatu Kasih Ibu La Tansa Non Panti ini sangat bagus menggunakan metode tanya jawab ini yang digunakan pada pelajaran tersebut.
c) Metode demonstrasi.
Yang dimaksud dengan metode demonstrasi adalah metode mengajar dengan menggunakan peragaan untuk memperjelas suatu pengertian atau untuk memperlihatkan bagaimana suatu proses pembentukan tertentu kepada anak bina. Pada metode demonstrasi, titik tekannya adalah memperagakan tentang jalannya suatu proses tertentu. Biasanya kakak pembina memperagakan terlebih dahulu, kemudian anak bina mengikutinya.
Pada kata peragaan dalam bahasa inggris adalah demonstate. Sekalipun pada kata tersebut secara umum dapat diartikan sebagai memperlihatkan, tetapi dalam konteks pembelajaran peragaan atau demonstrasi tidak berarti sekedar memperlihatkan tetapi lebih dari itu peragaan diartikan sebagai membimbing dengan cara memperlihatkan langkah-langkah atau menguraikan rincian dari suatu proses.
di Yayasan Yatim Piatu Kasih Ibu La Tansa Non Panti, Metode ini sering digunakan pada pelajaran Bahasa Arab, Iqra dan Al-Qur’an karena sangat tepat pada materi tersebut.
d) Metode diskusi
Metode diskusi adalah cara mengajar atau menyajikan materi melalui pengajuan masalah yang pemecahannya dilakukan secara terbuka. Dalam sebuah diskusi semua anggota ikut terlibat.
Dalam metode diskusi proses pembelajaran berlangsung melalui kegiatan melalui kegiatan atau “Sharing” informasi atau pengetahuan diantara anak bina. Dalam menggunakan metode ini kakak pembina perperan sebagai fasilitator dengan memberikan masalah atau topik yang akan dibahas dan beberapa aturan dasar diskusi.
Di Yayasan Yatim Piatu Kasih Ibu La Tansa Non Panti biasanya menggunakan metode diskusi ini pada pelajaran Fiqh, Aqidah Akhlaq dan Al-Qur’an Hadits karena sangat tepat pada pelajaran tersebut.
e) Metode mengajar beregu (team teaching)
Metode mengajar beregu (team teaching) adalah sistem mengajar yang dilakukan oleh dua orang kakak pembina atau lebih dalam mengajar sejumlah anak bina yang memiliki minat, kemampuan atau tingkat kelas yang berbeda. Kakak pembina dan team teaching menyajikan bahan pelajaran yang sama, waktu dan tujuan yang sama. Akan tetapi biasanya keterampilan-keterampilan yang disajikan adakalanya yang berbeda satu dengan yang lainnya.
Menggunakan metode beregu ini harus memakai strategi dan kreativitas yang tinggi sehingga anak bina tidak merasakan kejenuhan. Biasanya di YayasanYatim Piatu Kasih Ibu La Tansa Non Panti mengunakan metode beregu ini diacara-acara keluar, contohmya: studi tour, dll.
d) Metode kerja kelompok
Metode kerja kelompok ditempuh oleh kakak pembina apabila dalam menghadapi anak bina di Yayasan La Tansa dirasa perlu untuk dibagi-bagi dalam kelompok untuk memecahkan masalah atau untuk menyerahkan suatu pekerjaan yang perlu diselesaikan secara bersama-sama. Pembagian kelompok dapat dilakukan oleh kakak pembina atau anak bina sendiri.
Problematika di Yayasan Yatim Piatu Kasih Ibu La Tansa Non Panti ini, jika ada permasalahan yang sangat sulit maka anak bina membuat kelompok agar permasalahan tersebut dicari solusinya.
2) Materi Pembinaan Keagamaan
a) Shalat
Asal makna shalat berasal dari kata shalla, yang berarti berdo’a. Agama Islam mengajarkan kepada para pemeluknya untuk senantiasa mengingat Allah dengan melakukan shalat. Adapun yang dimaksud shalat di sini ialah ibadah yang tersusun dari beberapa perkataan dan beberapa perbuatan yang dimulai dengan takbir, diakhiri dengan salam, dan memenuhi beberapa syarat yang ditentukan.
Shalat adalah merupakan tiang agama. Shalat adalah merupakan lambang seorang muslim terhadap Tuhannya. Dan yang paling utamanya amalan adalah shalat, dan di hari kembangkitan kelak yang dipertanyakan oleh Allah swt terlebih dahulu adalah masalah shalat.
Shalat lima kali sehari semalam juga akan menghapuskan dosa-dosa kecil seseorang yang dikerjakan di antara waktu-waktu itu, selama ia tidak mengerjakan dosa-dosa besar.
Di hadapan para sahabat Rasulullah saw, pernah bersabdah: “Perumpamaan shalat lima waktu adalah seperti sebuat sungai berair tawar yang berada di hadapan pintu seseorang dari kamu. Ia mandi di dalamnya lima kali sehari. Adakah, menurut pendapat kamu, akan tertinggal kotoran pada tubuhnya? Para sahabat menjawab: “tidak sedikit pun akan tertinggal padanya ya Rasulullah. “maka berkata Nabi selanjutnya, “Shalat lima sehari semalam akan menghilangkan kotoran dari tubuhnya”.
Shalat lima waktu akan membawa pelakunya mendekatkan diri kepada Allah swt. Untuk mempersiapkan datangnya hari kiamat. Shalat juga bertujuan untuk kehidupan manusia itu sendiri.
Sebagaimana Firman Allah swt:
ٱتۡلُ مَآ أُوحِيَ إِلَيۡكَ مِنَ ٱلۡكِتَٰبِ وَأَقِمِ ٱلصَّلَوٰةَۖ إِنَّ ٱلصَّلَوٰةَ تَنۡهَىٰ عَنِ ٱلۡفَحۡشَآءِ وَٱلۡمُنكَرِۗ وَلَذِكۡرُ ٱللَّهِ أَكۡبَرُۗ وَٱللَّهُ يَعۡلَمُ مَا تَصۡنَعُونَ ٤٥
Artinya: “Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, Yaitu Al kitab (Al Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar dan Sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain) dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (Al-Ankabuut: 45).
Bagi yang memelihara shalat, maka shalat adalah cahaya baginya, sebagai sarana Allah untuk memberi petunjuk dan keselamatan.
Rasulullah bersabdah: “Barangsiapa memeliharanya, maka shalatnya itu merupakan cahaya baginya, juga sebagai bukti dan keselamatan pada hari kiamat. Dan barangsiapa yang tidak memeliharanya, maka tidak akan mendapatkan cahaya, burhan serta keselamatan pada hari kiamat kelak dan ia akan dikumpulkan bersama Qarun, Fir’aun, Hasan dan Ubai bin Khalaf”. (HR. Ahmad, Thabrani, Ibnu Hiban dan isnad hadits ini Jayyid).
b) Akhlaq
Akhlaq berasal dari kata khuluq yang berarti perangai, sikap perilaku, watak, budi pekerti. Akhlaq ialah sikap yang menimbulkan kelakuan baik dan buruk. Akhlaq manusia terhadap Allah swt dibahas dalam ilmu tasawuf sedangkan ilmu yang membahas tentang akhlak manusia terhadap sesama ciptaan Allah (makhluk) disebut ilmu akhlaq.
Akhlaq menempati posisi yang sangat penting dalam Islam. Ia dengan taqwa yang akan dibicarakan nanti, merupakan buah pohon Islam yang berakarnya aqidah, bercabang dan berdaun syari’ah.
Pentingnya kedudukan akhlaq, dapat dilihat dari berbagai sunnah qauliyah (sunnah dalam bentuk perkataan) Rasulullah. Diantaranya adalah, “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlaq” (HR. Ahmad).“Mukmin yang paling sempurna imannya adalah orang yang paling baik akhlaqnya”. (HR. Tirmizi).
Dan akhlaq Nabi Muhammad, yang diutus menyempurnakan akhlaq manusia itu, disebut akhlaq Islam atau akhlaq Islami, karena bersumber dari wahyu Allah yang kini terdapat dalam Al-Qur’an Surah Al-Ahzab: 21
لَّقَدۡ كَانَ لَكُمۡ فِي رَسُولِ ٱللَّهِ أُسۡوَةٌ حَسَنَةٞ لِّمَن كَانَ يَرۡجُواْ ٱللَّهَ وَٱلۡيَوۡمَ ٱلۡأٓخِرَ وَذَكَرَ ٱللَّهَ كَثِيرٗا ٢١
Artinya: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.
Di antara akhlaq yang baik ialah baik dalam bergaul, mulia dalam berbuat yakni bersifat dermawan, lembut dalam tutur kata, suka memberikan hal yang baik, suka member makan, menebarkan salam, menjenguk orang sakit yang muslim baik yang berbakti maupun fasik, suka mengantarkan jenazah orang muslim, baik dalam bertetangga baik dengan orang muslim maupun tetangga yang kafir menghormati orang tua yang muslim, memenuhi undangan jamuan, mendo’akan, memaafkan, selalu menginginkan kebaikan, bersifat dermawan, penyantun dan suka memaafkan.
c) Kebersihan
Kebersihan adalah salah satu tanda dari keadaan hygene yang baik manusia perlu menjaga kebersihan lingkungan dan kebersihan diri agar sehat, tidak bau, tidak malu, tidak menyebar kotoran atau menular kuman penyakit bagi diri sendiri maupun orang lain.
Kebersihan lingkungan adalah kebersihan tempat tinggal, tempat kerja, dan tempat awam. Kebersihan lingkungan dimulai dengan menjaga kebersihan halaman dan membersihkan jalan di depan rumah daripada rumah.
Pembinaan-pembinaan yang di jelaskan di atas memang sangat penting untuk dilaksanakan karena kondisi di Yayasan La tansa ini sangat rendah.
C. Tingkah Laku Anak
1. Definisi Tingkah Laku Anak
Sebelum membicarakan tentang pengertian perilaku anak bina, maka untuk mendapatkan pengertian yang jelas, penulis akan menjelaskan tentang pengertian perilaku. Menurut Poerwadarminto perilaku atau tingkal laku diartikan sebagai kelakuan atau perangai.
Di sini perilaku sama dengan tingkah laku dan tingkah laku berasal dari kata “tingkah” dan “laku”, tingkah berarti olah atau pembuatan. Sedangkan laku berarti: kelakuan, perbuatan, cara menjalankan atau berbuat.
Tingkah laku atau perilaku menurut Prof. Drs. Hasan Langgulung yang diambil dari Al-Quran dan sunnah adalah tindakan atau perbuatan yang digerakkan oleh kerangka moral tertentu. Dengan kata lain pandangan Al-Quran dan hadits tentang perilaku adalah perilaku yang telah diberi persyaratan nilai-nilai tertentu bukan tingkah laku tingkat rendah yang ditentukan oleh pengaruh lingkungan saja, tetapi telah di didik dan dibudayakan dengan nilai-nilai.
Tingkah laku manusia tidak dapat dilepaskan dengan proses pematangan organ-organ tubuh. Seorang bayi misalnya, belum dapat duduk atau berjalan jika organ-organ tubuhnya belum cukup kuat.
Manusia bukan saja merupakan makhluk sosial, yaitu makhluk yang harus hidup dengan sesamanya dan selalu membutuhkan kerjasama dengan sesamanya tetapi lebih dari itu manusia mempunyai kepekaan sosial. Kepekaan sosial berarti kemampuan untuk menyesuaikan tingkah laku dengan harapan dan pandangan orang lain. Misalnya, perbuatan seseorang akan berbeda-beda kalau menghadapi orang yang sedang marah, sedang gembira, sedang sedih dan lain-lain. Tingkah laku seseorang juga akan berbeda dalam lingkungan orang-orang yang sedang berpesta, sedang memperingati kematian, atau sedang berdiskusi.
Tingkah laku atau perbuatan manusia tidak terjadi secara sporadis (timbul dan hilang disaat tertentu), tetapi selalu ada kelangsungan antara satu perbuatan dengan perbuatan berikutnya. Tingkah laku manusia tidak pernah berhenti pada suatu saat, perbuatan terdahulu merupakan persiapan bagi perbuatan yang kemudian merupakan kelanjutan dari perbuatan sebelumnya. Dengan demikian adalah keliru kalau seseorang memandang masa kanak-kanak atau masa remaja sebagai suatu tingkat perkembangan yang berdiri sendiri, yang terlepas dari tinkgat-tingkat perkembangan lainya dalam kehidupan seseorang.
Reaksi yang timbul dari sikap tertentu terhadap objek ditentukan oleh pengaruh faal, kepribadian, dan faktor eksternal, situasi, pengalaman dan hambatan (Mar’at, 1982:22). Hal ini mengisyaratkan ketiga faktor tersebut, yaitu pengaruh faal, kepribadian, dan eksternal. Dalam kaitan ini sikap didasarkan atas konsep evaluasi berkenaan dengan objek tertentu, menggugah motif untuk bertingkah laku. Sedangkan pandangan psikologi, sikap mengandung unsur penilaian dan reaksi afektif sehingga menghasilkan motif. Motif menentukan tingkah laku nyata (overt behavior) sedangkan, reaksi afektif bersifat tertentu (Mar’at, 1982:17).
Mata rantai hubungan antara sikap dan tingkah laku terjalin dengan hubungan faktor penentu, yaitu motif yang mendasari sikap. Motif sebagai tenaga pendorong arah sikap negatif atau positif akan terlihat dalam tingkah laku nyata pada diri seseorang atau kelompok. Sedangkan, motif yang dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu dapat diperbuat oleh komponen afeksi biasanya akan menjadi lebih stabil. Pada tingkat tertentu motif akan berperan sebagai central attitude yang akhirnya akan membentuk predisposisi. Proses ini terjadi dalam diri seseorang terutama pada tingkat usia dini.
Dalam kehidupan sosial dikenal bentuk tata aturan yang disebut norma. Norma dalam kehidupan sosial merupakan nilai-nilai luhur yang menjadi tolak ukur tingkah laku sosial. Jika tingkah laku yang diperlihatkan sesuai norma yang berlaku, maka tingkah laku tersebut dinilai baik dan diterima. Sebaliknya, jika tingkah laku tidak sesuai atau bertentangan dengan norma yang berlaku, maka tingkah laku dimaksud dinilai buruk dan ditolak.
Tingkah laku yang menyalahi norma yang berlaku ini disebut dengan tingkah laku yang menyimpang. Penyimpangan tingkah laku ini dalam kehidupan banyak terjadi, sehingga banyak menimbulkan keresahan masyarakat. Kasus-kasus penyimpangan tingkah laku itu tak jarang pula berlaku pada kehidupan manusia sebagai individu ataupun kehidupan sebagai kelompok masyarakat. Dan dalam kehidupan masyarakat beragama penyimpangan yang demikian itu sering terlihat dalam bentuk tingkah laku keagamaan yang menyimpang.
Prof. Dr. Kasmiran Wuryo M.A. membagi norma sebagai tolak ukur tingkah laku dilihat dari penduduknya, menjadi beberapa macam, antara lain: norma pribadi, norma grup (kelompok), norma masyarakat, norma susila dan sebagainya (Kasmiran Wuryo, 1983:46-47).
Dengan demikian, norma keagamaan merupakan salah satu bentuk norma yang menjadi tolak ukur tingkah laku keagamaan seseorang, kelompok atau masyarakat yang mendasarkan nilai-nilai luhurnya pada ajaran agama. Mengingat pembentukan norma melalui proses yang cukup panjang, bagaimana sulit untuk mengetahui secara tetap sumber nilai-nilai luhur yang sebenarnya dari suatu norma yang berlaku di masyarakat.
Tetapi menurut Kasmiran, menurut sifat sumbernya norma itu dapat digolongkan menjadi dua jenis, yaitu tradisional dan norma formal (Kasmiran, 1982:48).
Kakak Pembina Yayasan La Tansa sangat menyadari pentingnya motivasi di dalam membimbing anak bina. Berbagai macam teknik misalnya kenaikan tingkat, penghargaan, peranan-peranan kehormatan, piagam-piagam prestasi, pujian dan celaan telah dipergunakan untuk mendorong anak bina agar mau belajar. Ada kalanya, kakak-kakak mempergunakan teknik-teknik tersebut secara tidak tepat.
Bukan hanya sekolah-sekolah atau di Yayasan Yatim La Tansa yang berusaha memberikan motivasi tingkah laku manusia kearah perubahan tingkah laku yang diharapkan. Orang tua atau keluarga pun telah berusaha memotivasi belajar anak-anak mereka. Kelompok yang berkecimpungan dibidang “menegement” yang membuat rencana “incentive” baru untuk meningkatkan produksi, adalah berusaha memotivasi perubahan-perubahan dalam tingkah laku.
Dari uraian di atas, ternyata kesadaran tentang pentingnya motivasi bagi perubahan tingkah laku manusia telah dimiliki, baik oleh para pendidik atau kakak-kakak Pembina Yayasan La Tansa, para orang tua anak bina maupun masyarakat.
Pengertian siswa menurut WJS Poerwadarminto siswa adalah murid, pelajar atau anak bina. Sedangkan menurut Dra. Ny. Roestiyah N.K siswa atau anak bina adalah pribadi yang unik yang mempunyai potensi dan mengalami proses berkembang, dimana dalam proses perkembangannya ia membutuhkan yang sifat dan coraknya tidak ditentukan oleh pendidik (pembimbing), tetapi oleh anak bina itu sendiri.
Perkembangan merupakan suatu proses yang menggambarkan prilaku kehidupan sosial psikologi manusia pada posisi yang harmonis di dalam lingkungan masyarakat yang lebih luas dan komplek. Oleh Havighurst perkembangan tersebut dinyatakan sebagai tugas yang harus dipelihara, dijalani, dan dikuasai oleh setiap individu dalam perjalanan hidupnya, atau dengan perkataan lain perjalanan hidup manusia ditandai kehidupan remaja, seseorang telah berada pada posisi yang cukup kompleks, dimana ia telah banyak menyelesaikan tugas-tugas perkembangan.
Tokoh pertama yang membuka mata dunia untuk melihat dan memperlakukan anak sebagai anak, bahwa anak itu lain daripada orang dewasa, namun manusia perlu sebagai individu, ialah J.J Rousseau (1712-1778). Dalam bukunya yang terkenal Emileia mengurangi fase-fase perkembangan anak, dari kecil sampai dewasa, perubahan-perubahan yang terjadi pada anak menurut perlakuan sesuai dengan sifat perkembangannya.
Rousseau antara lain mengatakan bahwa segala sesuatu yang datang dari Tuhan adalah baik, akan tetapi dapat menjadi rusak dalam tangan manusia yang telah dipengaruh kebudayaan. Ia menganjurkan agar anak diberi kesempatan untuk berkembang menurut kodrat alam masing-masing.
Dari uraian di atas, maka dapat kita ketahui tentang tingkah laku atau perilaku anak bina sebagai sosok manusia yang hidup dilingkungan yang nantinya akan diterjunkan kemasyarakat, apabila dikatakan anak bina tentu percaya dengan perilaku-perilaku yang dimilikinya, yang tentunya memiliki perilaku yang baik.
Kalau kita lihat kembali perilaku dari kaca mata Al-Quran, dimana tingkah laku disini adalah seruan untuk bertaqwa kepada Allah swt, maka anak bina sebagai pelaku dan seruan tersebut tentunya ia akan berperilaku adil, jujur, bergotong royong, suka memaafkan, menahan amarah, berkasih sayang antar sesama, dan lain sebagainya, yang sesuai dengan seruan Islam.
2. Ciri-ciri Perilaku Anak
Setia individu memiliki ciri dan sifat atau karakteristik bawaan (heredity) dan karakteristik yang diperoleh dari pengaruh lingkungan. Karakteristik bawaan merupakan karateristik keturunan yang dimiliki sejak lahir, baik yang menyangkut faktor biologis maupun faktor sosial psikologis. Pada masa lalu ada keyakinan, kepribadian terbawa pembawaan dan lingkungan merupakan dua faktor yang terbentuk karena faktor terpisah, masing-masing mempengaruhi kepribadian dan kemampuan individu bawaan dan lingkungan dengan caranya sendiri-sendiri.
Namun kemudian makin disadari bahwa apa yang diperkirakan dan dikerjakan seseorang, atau apa yang disarankan oleh seorang anak remaja atau dewasa, merupakan hasil dari perpaduan antara apa yang ada diantara faktor-faktor biologis yang diturunkan dan pengaruh lingkungan.
D. KESIMPULAN
Para pakar ilmu berpendapat bahwa jika kita terus menerus mengajarkan akhlak yang bagus maka tingkah laku anak akan berubah, sedikit demi sedikit akan mengikuti seorang yang mengajarkannya, ini berarti sesuai dengan apa yang dicanangkan oleh para ulama-ulama terdahulu. Karena ulama mengikuti apa yang diajarkan oleh guru-guru sampai sanadnya (silsilah keilmuan) ke Baginda Rasulullah saw.
Al-Qur’an dan As-Sunnah adalah panutan bagi setiap umat Islam, kita harus menerapkan apa yang diperintahkan Allah dan Rasulnya. Faktor ini adalah salah satu jalan yang lurus agar pembinaan Rahani dan Jasmani saling singkronnisasi, agar apa yang diinginkan tercapai dan terwujud.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Rosihan, Baduzzaman M. Yusuf, Saefudin, Pengantar Studi Islam Bandung: PT.
CV. Pustaka Stia, 2009
Az-Zarnuzi, Terjemahan Ta’alim Muta’allim, Surabaya: Mutiara Ilmu, 2009
Asy’sya’rani, Abdul Wahab, Terjemah Al-Minahus Saniyyah, Surabaya: Mutiara Ilmu,
2010
Al-Ghazali, Imam, Ringkasan Ihya ‘Ulumuddin, Bandung: Sinar Baru
Algensindo, 2011
Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: Rineka
Cipta, 1996
Al-Ghazali, Imam Rahasia Ketajaman Mata Hati, Surabaya: Terbit Terang
Ali, M. Daud, Pendidikan Agama Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo, 1998
Alwan, Pengertian Perilaku Terpuji Menurut Bahasa dan Istilah, Kamis 25 April 2013.
Brata, Surya, Sumadi, Metodologi Research, Yogyakarta: PT. Rajawali Pers, 1983
Gingtings, Abdorrakhman, Esensi Praktis Belajar dan Pembelajaran, Bandung: Humairoh,
2010
Hadjar, M. Ibnu, Dasar-dasar Metodoligi Penelitian Kuantitatif dalam Pendidikan, Jakarta:
Raja Graindo Persada, 1999
Hasan, Moh, Panduan Shalat Lengkap, Yogyakarta, Mutiara Media, 2012
Indonesia, Departemen Agama Republik, Al-Qur’an dan Terjemah Jakarta: CV. Toha Putra
Semarang
Jalaludin, Psikologi Agama, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2011
Nasution, S, Asas-asas Kurikulum, Jakarta: Bumi Aksara, 2008
Nawawi, Imam Banten, Sullamut Taufiq, Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2012
Surakhmad, Luinarno, Dasar dan Teknik Research, Bandung: CV. Tarsito Rineka Cipta,
1996
Sunarto, Hartono, B. Agung, Perkembangan Peserta Didik, Jakarta: PT. Rineka Cipta,
2006
Soemanto, Wasty, Psikologi Pendidikan, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2012
Sarwono, W, Sarlito, Pengantar Umum Psikologi, Jakarta: Bulan Bintang, 2003
Sudarsono, A. Munir, Dasar-dasar Agama Islam, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1992
Sanjaya, Wina Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Jakarta:
Kencana, 2011
Tj, Darsono, Dasar-dasar Penelitian, Jakarta: Universitas Terbuka, 1999
Yandianto, Kamus Umum bahasa Indonesia, Bandung: PT. CV. Pustaka Setia, 2009
0 Comments